Senin, 16 Mei 2022

Beri Aku Waktu (6)

 


Menahan rasa sakit pada saat buang air besar membuat Budi mau tidak mau menjadi trauma. Dia sering menahan hasrat untuk buang air besar. Mama mengajurkan untuk memperbanyak makan buah dan sayur serta cukup minum air putih akan mudah saat buang air besar. Karena trauma jugalah yang membuat Budi mengurangi porsi makannya agar tidak banyak mengeluarkan feses. Hal ini membuat berat badannya turun drastis dari 80 kg menjadi 67 kg. 

"Asal sehat nggak papa mah", katanya. "Malah lebih enteng nggak kegemukan. Jadi aktivitasku lebih gesit. He..he.. Dan baju-baju lama bisa aku pakai lagi."

"Iya, Bud. Kamu harus banyak makan buah dan sayur, kurangi lemak dan tepung. Karena serat akan memudahkah dan melancarkan buang air besar. Kalau sedari kecil kamu suka buah dan sayur, tentu saluran pencernaanmu lsehat ."

"Benar, Ma. Kini aku harus belajar suka makan sayur dan buah. Juga mengurangi daging merah. Nicho mulai sekarang oleh maminya dilatih makan buah dan sayur, agar besok tidak mengalami sakit seperti aku."

Memang benar, makanan sehat harus gizinya seimbang, tidak hanya karbo saja yang masuk ke perut, tapi juga serat, vitamin dan mineral dari buah dan sayur  dibutuhkan oleh tubuh. Buah dan sayur juga mengandung aktioksidan yang akan menangkal hilangnya radikal bebas keluar dari tubuh kita."
 
"Kok kamu jadi pinter Om Budi, dapat ilmu dari mana?" tanya Lusi

"Ha..ha..wk..dari mbah Goolgle Mbak. Ini aku lagi browsing-browsing manfaat buah dan sayur. Penasaran aja kenapa sejak kecil nggak suka ya. Sukanya telur, ikan dan daging aja", tawanya renyah.

Begitulah, Budi anakku. Kebiasaan makan tanpa sayur sudah sejak kecil dilakukan. Bila aku memberinya sayur dia nggak mau makan, minta diganti piringnya. Atau dia pilih tidak mau makan bila ada sayurnya. Sudah berbagai cara aku lakukan agar dia gemar makan sayur mulai dari kuiris tipis-tipis, kublender halus atau kubuat variasi yang lebih menarik dengan dicampur telur atau bahan lain agar dia mau makan, tapi tetap saja dia nggak mau. Hanya sayuran tertentu yang dia mau, bayam, wortel atau kecambah itu saja yang dia mau. Itupun dalam porsi kecil.

"Wah..ramai sekali ya, ruang inap Pak Budi. Ibu dan saudara-saudaranya mengunjugi. " Tiba-tiba masuk seorang suster sambil membawa tensimeter dan satu ampul botol berisi cairan obat.

"Pak Budi saya periksa tensinya dulu ya. Obat yang tadi pagi sudah diminumkah?" tanya suster itu ramah.

"Sudah sus. Tapi saat menelan tadi rasanya mau muntah. Kok beda dengan kemo tempo hari ya, Sus"

"Iya, pak. Ini catatan dari dokter Uut, obatnya memang diganti. Besok saat kunjungan silakan konsultasikan keluhannya. Satu lagi pak, mungkin kemo kali ini ada efek sampingnya."


 
bersambung..

Sabtu, 14 Mei 2022

Beri Aku Waktu (5)

 


"Iya, barang akan kami kirimkan dua hari setelah pembayaran kami terima. Mohon maaf atas keterlambatan ini. Karena ini saya masih di luar kota, mungkin rekan saya yang nanti akan menemui bapak", kata Budi lewat smartphonenya pada seseorang di seberang sana.

"Ha..ha..Oke, pak terima kasih sebelumnya, nanti akan saya sampaikan pada bos saya. Silakan ditunggu ya, pak. Untuk tagihan selanjutnya akan saya konformasikan dulu ke bagian akunting. Mungkin dalam tiga hari ini akan saya kirim lewat email", lanjutnya  sambil tertawa. 

Budi, anakku memang begitu pembawaannya. Rajin bekerja. Dalam keadaan sakitpun saat seperti ini, dia masih bekerja. Melakukan transaksi jual atau menawarkan barang dagangan lewat gadgetnya. Memang zaman sekarang transaksi ataupun pembayaran dapat dilakukan dimana saja, kapan saja oleh siapa saja. Begitu mudahnya era digital ini. tidak seperti zaman mudaku dulu. semuanya harus lewat prosedur dan lama. Sekarang tinggal klik, langsung OK selesai.

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh. Halo, Mama. Mama sama siapa ke sini?" jawab Asih kakak Budi, sulungku.

"Itu sama Lusi." jawabku.

"Dimana Lusinya sekarang?"

"Baru nelpon di luar. Tadi Hari tanya sudah sampai di ruang Rajawali, belum? Soalnya kemarin Budi bilang dirawat di Kepodang. Jadi takutnya salah kamar."

"Iya, Ma. Kemarin waktu persiapan kemo memang di Kepodang. Masuk Rajawali ini baru tadi pagi, " jawab Budi ceria.

Diraihnya telapak tanganku dan diciumnya. Kuelus rambutnya lalu kucium pipi kanan kirinya dengan penuh cinta. Bhdi Heru, anak ragilku ini tak pernah menampakkan rasa sedih atau sakit pada wajahnya. Dia selalu tersenyum dan tertawa manakala ditanya tentang penyakitnya. Hampir tiga tahun lalu divonis kanker usus dan sudah menjalani pengobatan hampir dua tahun. Memang agak terlambat diagnosis kankernya karena dokter sebelumnya mendiagnosis ambein pada anus yang ternyata adalah kanker.

Berobat pada dokter sebelumnya hanya dikatakan kalau ada tumor yang tumbuh pada anusnya. Saat buang air besar feses akan bersentuhan dan bergesekan dengan permukaan tumor itu, sehingga saat buang air besar akan sakit dan mengeluarkan darah. Gejala inilah yang didiagnosis dokter ada tumor atau ambein pada rectum dan anusnya.

Namun perkembangan selanjutnya diketahui semakin membesar dan tumbuh keluar dari anus. Tentu saja menimbulkan rasa yang lebih sakit. Bahkah dudukpun yak terasa nyaman apalagi saat buang air besar. Maka Budi pun pindah dokter spesialis dan membawa rekam medis sebelumnya untuk diagnosa lanjutan yang teliti.

Ternyata setelah pindah dokter dan konsultasi lebih intens diketahui adanya kanker pada ujung rectal yang berbtasan dengan anus. Inilah yang sering misdiagnosis antara ambeien dengan kanker. Untuk mempercepat penyembuhannya selain dengan kemoterapi juga harus dilakukan kolostomi yaitu memotong kolon dan dibuatkan lubang pengeluran (kolostom) untuk pembuangan feses.



Jumat, 13 Mei 2022

Beri Aku Waktu (4)


Setelah melakukan pemeriksaan seluruh kondisi organ dan darah (general chek up) dengan hasil yang baik dan memungkinkan untuk melakukan kolostomi, maka dokterpun siap melakukan kolostomi pada Budi. Dan Budi akan menjalani operasi. Sehari sebelum operasi Budi sudah di ruang perawatan dan menjalani puasa 12 jam. 

'Ya Allah... semoga ini jalan yang terbaik demi penyembuhan pengakit Budi. Berilah kelancaran dan kemudahan tim dokter  dalam melakukan operasi. Tolong beri kesembuhan Budi, anakku ya Allah. Hilangkan penyakitnya, beri umur panjang Ya Robb, beri kesembuhan dan tak kambuh lagi. Berilah kesehatan, keikhlasan dan kesabaran serta semangat untuk sembuh. Semoga setelah ini kehidupannya berjalan normal, hidup berbahagia, bisa mendampingi anak dan istrinya. Bisa mengantar anaknya satu-satunya meraih cita-citanya. Ya, Allah, ya Syifa, Ya Rahman ya Rahim hanya kepadaMu kami mohon ampun dan pertolongan, wahai Dzat Yang Maha Pengampun dan Pemberi. Amin.'

Bersimpuh. Dalam tahajud malam ini. Menyebut namaMU, kebesaranMu dan kuasaMu. Berurai air mata, pasrah dan ikhlas..aku memohon dengan segenap jiwa dan rasa. Kutumpahkan semua yang ada di hati, Engkau Maha Tahu segala isi hati, Ya Allah. Engkau tahu yang aku rasakan. Ya, Allah. sembuhkan anakku, beri yang terbaik untuknya, kasih sayangi dia, beri waktu padanya untuk bertobat, untuk berbuat kebaikan antar sesama, untuk mengisi hari-harinya lebih bermanfaat bagi keluarganya, bagi orang lain, bagi sesama. Di sisa hidupnya yang kami tak tahu entah sampai kapan, berilah kesempatan kami untuk membahagiakannya. Kami orang tuanya, saudaranya, keluarganya sangat menyayangi dan mencintainya.

***

Tuuut..

Gawaiku berdering..

"Oma, kita mau bezuk Om, Budi. Oma ikut nggak? Hari ini masuk ruang operasi jam delapan pagi. Selesai operasi dan keluar ruangan mungkin jam sepuluhan." 

"Iya, Lus. Aku ikut. Mbak Asih sudah di sagobatangna dari tadi pagi," sahut Oma. "Pagi ini Evi masuk kerja dan tidak bisa  menemani Budi. Dia tetap ngantor. Malamnya baru nginap di rumah sakit sampai pagi. Esoknya Mbak Asih gantian yang jaga Budi."

Lusiana adalah menantuku yang ketiga. Dia istri Hari, anakku. Lusi bekerja di salah satu bank swasta di kota ini. Menantuku ini cantik, pintar, sayang belum diberi momongan. Menikah dengan Haryanto anakku sembilan belas tahun yang lalu. Beberapa usaha untuk mendaptkan keturunan sudah dia tempuh, dari pijat ke dukun bayi, pengibatan tradisoinal, dokter spesialis kandungan hingga program bayi tabung sudah dijalaninya. Tapi semua belum berhasil. Allah belum menitipkan momongan untuk wanita cantik ini.

Evi, istri Budi memang tidak ijin untuk menunggu suaminya yang sedang operasi. Tidak tahu alasannya kenapa. Tetapi yang jelas aku rasakan menantuku satu itu memang kurang perhatian terhadap keluarganya. Leasing tempat dia bekerja memang baru-baru ini mengalami masa-masa pengurangan pegawai. Jadi mungkin dia takut kinerja dinilai atasan tidak loyal karena sering minta ijin meski alasan cukup urgen menunggui suami operasi. 

Selasa, 10 Mei 2022

Beri Aku Waktu (3)


 "Gimana, dok kondisi saya?"

"Pertumbuhan sel-sel kanker dalam tubuh bapak sudah cukup jauh. Pertumbuhan ini bisa menyebar ke jaringan yang lain bahkan bisa ke organ yang di sekitarnya. Dengan kemoterapi kurang efektif karena sel kanker pada kolon anda ini termasuk yang pertumbuhannya cepat. Maka, jalan satu-satunya adalah dengan melakukan kolostomi pada anda."

"Apakah nanti ada harapan sembuh dok."

"Sebagian besar orang akan hidup secara normal dengan kantong kolostom. Mereka bisa menjalani kehidupannya dan kemungkinan untuk sembuh tetap ada, tetap melakukan kemoterapi. Walau pada awal-awal pemakaian perlu adaptasi dan tubuh yang baik akan merespon keadaan ini tidak terlalu lama. tergantung sikap anda dan yang penting dukungan keluarga sangat membantu proses penyesuaian dan kesembuhan anda."

"Kemungkinan terburuk apa dok, seandainya tidak dilakukan kolostomi."

"Seperti yang saya katakan tadi, bahwa kolostomi ini bertujuan agar feses ataupun gas buangan hasil sisa pencernaan dapat dibuang melalui lubang kolostum yang dibuat dengan menarik rectum keluar dan dibuatkan lubang permanen keluar dari perut. Kolostum ini bertujuan agar feses tidak menuju ke anus. Karena beberapa senti diatas anus, di situlah pusat kankernya. Bila feses tetap keluar lewat anus, sementara feses adalah sisa-sisa atau kotoran yang harus keluar dari tubuh akan bergesekan dengan sel-sel kanker tadi, tentu akan memacu perdarahan dan juga sel-sel akan cepat berkembang."

"Apakah ada efek samping dari tindakan kolostomi ini, dok?"

"Secara umum, hal yang dialami pasca operasi kolostomi adalah rasa sakit di sekitar stoma (lubang) tang dibuat itu. Kadang-kadang disertai mual dan muntah. Pasien pelu penyesuaian tubuh terhadap stomanya dan perlu belajar memasang dan melepas kantung kolostum saat faeses penuh atau kantungnya membesar berisi gas buangan. Jangan sampai dibiarkan penuh feses, karena bisa meledak."

"Baik dok terima kasih penjelasannya."

"Sama-sama, Pak Budi. Silakan dibicarakan dengan keluarga. Bagaimanapun keputusan ada di Tangan Anda. Kami hanya memberi saran yang terbaik untuk anda."

"Permisi. Sekali lagi terima kasih."

Keduanya lalu berjabat tangan. Budi meninggalkan ruang praktek dokter Uut, dokter muda spesialis kemoterapi di RS Karyadi Semarang. Dia merasa nyaman bisa konsultasi ataupun curhat dengan dokter itu. Selain ramah, dokter Uut, sapaan dokter yang memiliki nama lengkap Selamet Utomo itu dikenal sebagai dokter yang memiliki jam terbang tinggi, menangani banyak kasus kanker yang pasiennya menjalani kemoterapi.

bersambung ...

Beri Aku Waktu (2)

 


"Mah..Evi nanti pulang malam karena ada meeting akhir bulan di kantor", kata Evi datar.

"Jam berapa pulangnya, Vi? "

"Mungkin jam sembilan atau sepuluh. Mama tidur di kamar Nicho ya. Sekalian nemeni Nicho. Dia masih sering minta ditemeni kalau mau bobok , Ma. Mau kan Mama nginap di sini?"

"Baiklah. Tapi hanya malam ini ya. Besok Mama kembali ke Mbak Asih."

"Mama nginap dua hari tiga harilah di sini. Mas Budi hari ini mau kontrol ke dokter. Biasanya ngantri sampai malam, Nicho kasihan nggak ada temennya, Ma", bujuk Evi pagi itu.

"Kamu bisa ambil ART untuk bersih-bersih rumah sekalian bisa nemeni Nicho pas papi maminya pulang malam seperti ini, Vi. Gajimu dan Budi lebih dari cukup untuk bayar aeorang ART."

"iya, Ma...tapi Evi belum menemukan yang cocok buat Evi. Kerjaan mereka ngobrol dan chattingan bila ditinggal majikan. Di depan majikan tampak rajin karena berniat ambil hati majikannya. Coba kalau majikannya tidak di rumah."

"Asal pekerjaannya beres kan nggak papa sekali-kali ART ngobrol sesama ART kan."

"Iya Ma nanti Evi ambil ART. Tapi hari ini mama di sini nemenin cucunya dulu ya. Lagian Mas Budi juga masih kangen sama Mama. Kita belum sempat ngobrol."

'Mana sempat ngobrol kalau tiap hari saja kamu pulang jam lima atau menjelang maghrib. Sampai rumah mandi langsung masuk kamar. Alasannya capek. Esoknya jam tujuh sudah siap ngantor lagi. Kapan kamu perhatikan Nicho? Mana kamu tahu perkembangan sekolahnya. Bagaimana nilai belajarnya. bagaimana pergaulannya dengan temannya atau kapan kamu dengar curhat anak lelakimu yang sudah remaja ini?'

"Nanti Nicho pulang jam berapa Vi? Mama mau masak makanan kesukaan Nicho."

"Mama enggak usah ke pasar, Ma. Nunggu tukang sayur lewat aja. Mamah nggak boleh capek. Di sini mam liburan bukan ngurus pekerjaan rumah," kata Budi anakku.

"Iya, Bud. Mamah nggak capek kok. Kamu juga nggak boleh capek. Nanti malam mau kontrol ke dokter jam berapa?"

"Mungkin jam enam sore, Ma."

"Kamu sama siapa? Minta diantar temanmu atau Evi. Kamu ada teman ngobrol saat nunggu antrian nanti."

"Evi nggak bisa nemeni Mas Budi, Ma. Evi nanti malam lembur. Mas Budi biasa sendiri, kok Ma. Iya kan, Mas," senyum Evi melirik Budi suaminya, sambil menyelesaikan riasan bedaknya. 

"Iya, Ma. Budi biasa sendiri kok. Mama nggak usah kawatir. Budi nggak capek."

'Ya, Allah. Anakku ini luar biasa sabarnya. Engkau beri ujian sakit dan kurang perhatian dari istrinya, tapi malah menjadikannya bersabar dan ikhlas. Ya Allah, sembuhkanlah sakitnya, berilah kekuatan dan semangat untuk sembuh.'

"Ma..Mama ngalamun. Evi berangkat dulu, ya." Bergegas Evi mencium tanganku lalu pipiku. 

'Ya Allah, baru dua hari aku di sini namun aku mulai melihat hubungan anakku dengan istrinya tak begiru hangat. Sepertinya  masing-masing tak saling mengenal. Sakit yang diderita Budi apakah penyebab ketidakharmonisan keluarga ini. Ataukah kesibukan Evi yang hampir melalaikan tanggung jawabnya atau ada yang lain yang menjadi penghalang keduanya? Entahlah. Semoga ini hanya prasangkaku saja.'


Senin, 09 Mei 2022

Beri Aku Waktu


'Mungkin ini jalan yang terbaik yang harus aku lakukan. Meninggalkan cucu dan menantuku agar dia bisa mandiri merawat dan membesarkan anaknya. Dan Nicho, akan lebih menyayangi maminya manakala nanti dekat dengan maminya. Meski aku ragu.'

"Oma, jam berapa nanti ke tempat Budhe? Nicho antar ya." 

Sapaan Nicholas, cucuku itu mengagetkan lamunanku. Sudah lebih tiga tahun ini aku tinggal bersama menantu dan anakku, Budi. Sejak Budi divonis sakit kanker usus, aku tinggal bersama mereka dan anaknya,  Nicholas. Menantuku Evi kerja di salah satu leasing otomotif besar di kota ini. Karena kesibukannya bekerja di bagian Customer Service mengharuskan datang lebih awal dan mempersiapkan diri seoptimal mungkin dalam memberikan pelayanan pada pelanggan.

Selain dituntut penampilan yang oke, sikap ramah dan wellbeing terhadap customer tentu harus bisa memuaskan bahkan menarik customer untuk membeli atau menggunakan produk jasa dari perusahaan tempatnya bekerja. Maka, aku maklum saja saat dia harus pagi-pagi benar berangkat bekerja, tidak pernah menemani Budi sarapan. Apalagi melayani di meja makan, hanya sekedar menyiapkan saja hampir tidak pernah. 

Tapi mau bagaimana lagi, aku hanya ibu mertuanya. Aku tidak ingin ikut campur dalam urusan rumah tangga anakku, meski hanya sekedar menegurnya untuk beberapa menit saja menemani suami sebelum berangkat kerja. Evi tak pernah bertanya mau makan apa hari ini atau nanti siang makan dimana atau sekedar basa-basi memintaku memasakan makanan kesukaan suami dan anaknya. Rasa-rasanya menantuku itu tak pernah sekalipun memikirkannya. 

Bagi Evi mungkin ini hal yang biasa dan lumrah. Sebagai wanita karier dia lebih banyak terfokus pada kariernya daripada perannya sebagai ibu dan istri dalam kehidupan rumah tangganya. Pernah suatu ketika Nicho sakit, Budi papinya lah yang lebih banyak merawatnya ketimbang Evi, sebagai ibunya. Dan Nicho lebih dekat dengan papinya daripada maminya. 

"Tidak usah, Cho. Nanti Budhe akan jemput Oma setelah ngantar pesanan kue Bu Parjono. Budhe sudah janji kok."

"Tapi Nicho pingin ngantar Oma. Boleh kan Oma? Sekalian mau ketemu Mas Yaya. Nicho sudah lama nggak ngobrol sama Mas Yaya sejak Mas Yaya magang. Mas Yaya pasti punya cerita lucu untuk Nicho." 

"Kamu mau diajak mami ke Hypermart Cho. Nanti kamu capek."

"Ke Hypermartnya kan sore, Oma. Nicho mau ketemu Mas Yaya dulu. Pingin ngobrol. Ayolah Oma, Nicho antar ya. Boleh kan, Mam?" kata Nicholas melirik maminya.

"Boleh. Tapi pulangnya jangan terlalu sore. Jam lima kita jalan. Jadi pulangnya nggak kemalaman. Mami juga mau mampir sebentar ke rumah temen Mami."

"Atau Nicho nggak usah ikut ke Hypermart aja, ya Mam. Kan mami hanya belanja bulanan."

"Iya..Mami mau ngajak kamu biar nggak suntuk seharian di rumah. Sekali-kali temeni Mami shoping Cho. Kita makan dan beli es cream kesukaanmu."

"Iya, deh...Ntar Nicho balik jam limaan."

"Sebelum jam lima Cho... Mami nggak mau kemalaman."

"iya, iya ..Mam."


bersambung...

Mampukah Aku Menghadapinya

 Mampukah Aku Menghadapinya Siang itu aku begitu malas untuk mengajar. Hari-hari rasanya begitu aneh. Begitu meresahkan. Menyebalkan. Membua...