Selasa, 10 Mei 2022

Beri Aku Waktu (2)

 


"Mah..Evi nanti pulang malam karena ada meeting akhir bulan di kantor", kata Evi datar.

"Jam berapa pulangnya, Vi? "

"Mungkin jam sembilan atau sepuluh. Mama tidur di kamar Nicho ya. Sekalian nemeni Nicho. Dia masih sering minta ditemeni kalau mau bobok , Ma. Mau kan Mama nginap di sini?"

"Baiklah. Tapi hanya malam ini ya. Besok Mama kembali ke Mbak Asih."

"Mama nginap dua hari tiga harilah di sini. Mas Budi hari ini mau kontrol ke dokter. Biasanya ngantri sampai malam, Nicho kasihan nggak ada temennya, Ma", bujuk Evi pagi itu.

"Kamu bisa ambil ART untuk bersih-bersih rumah sekalian bisa nemeni Nicho pas papi maminya pulang malam seperti ini, Vi. Gajimu dan Budi lebih dari cukup untuk bayar aeorang ART."

"iya, Ma...tapi Evi belum menemukan yang cocok buat Evi. Kerjaan mereka ngobrol dan chattingan bila ditinggal majikan. Di depan majikan tampak rajin karena berniat ambil hati majikannya. Coba kalau majikannya tidak di rumah."

"Asal pekerjaannya beres kan nggak papa sekali-kali ART ngobrol sesama ART kan."

"Iya Ma nanti Evi ambil ART. Tapi hari ini mama di sini nemenin cucunya dulu ya. Lagian Mas Budi juga masih kangen sama Mama. Kita belum sempat ngobrol."

'Mana sempat ngobrol kalau tiap hari saja kamu pulang jam lima atau menjelang maghrib. Sampai rumah mandi langsung masuk kamar. Alasannya capek. Esoknya jam tujuh sudah siap ngantor lagi. Kapan kamu perhatikan Nicho? Mana kamu tahu perkembangan sekolahnya. Bagaimana nilai belajarnya. bagaimana pergaulannya dengan temannya atau kapan kamu dengar curhat anak lelakimu yang sudah remaja ini?'

"Nanti Nicho pulang jam berapa Vi? Mama mau masak makanan kesukaan Nicho."

"Mama enggak usah ke pasar, Ma. Nunggu tukang sayur lewat aja. Mamah nggak boleh capek. Di sini mam liburan bukan ngurus pekerjaan rumah," kata Budi anakku.

"Iya, Bud. Mamah nggak capek kok. Kamu juga nggak boleh capek. Nanti malam mau kontrol ke dokter jam berapa?"

"Mungkin jam enam sore, Ma."

"Kamu sama siapa? Minta diantar temanmu atau Evi. Kamu ada teman ngobrol saat nunggu antrian nanti."

"Evi nggak bisa nemeni Mas Budi, Ma. Evi nanti malam lembur. Mas Budi biasa sendiri, kok Ma. Iya kan, Mas," senyum Evi melirik Budi suaminya, sambil menyelesaikan riasan bedaknya. 

"Iya, Ma. Budi biasa sendiri kok. Mama nggak usah kawatir. Budi nggak capek."

'Ya, Allah. Anakku ini luar biasa sabarnya. Engkau beri ujian sakit dan kurang perhatian dari istrinya, tapi malah menjadikannya bersabar dan ikhlas. Ya Allah, sembuhkanlah sakitnya, berilah kekuatan dan semangat untuk sembuh.'

"Ma..Mama ngalamun. Evi berangkat dulu, ya." Bergegas Evi mencium tanganku lalu pipiku. 

'Ya Allah, baru dua hari aku di sini namun aku mulai melihat hubungan anakku dengan istrinya tak begiru hangat. Sepertinya  masing-masing tak saling mengenal. Sakit yang diderita Budi apakah penyebab ketidakharmonisan keluarga ini. Ataukah kesibukan Evi yang hampir melalaikan tanggung jawabnya atau ada yang lain yang menjadi penghalang keduanya? Entahlah. Semoga ini hanya prasangkaku saja.'


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mampukah Aku Menghadapinya

 Mampukah Aku Menghadapinya Siang itu aku begitu malas untuk mengajar. Hari-hari rasanya begitu aneh. Begitu meresahkan. Menyebalkan. Membua...