Kamis, 21 Oktober 2021

Kuyakin Prahara Akan Berakhir (6)


Sepuluh hari aku harus dirawat di RSU KMRT Wongonegoro. Meski masih agak pusing dan harus belajar menjaga keseimbangan tubuh, dokter sudah mengizinkan aku pulang ke rumah. Seminggu sekali kontrol dan rutin minum obat. Aku harus belajar untuk mengalahkan vertigo ini.

Aku mulai belajar duduk, pelan-pelan bangun sambil berpegangan pada sisi ranjang tidur. Dan belajar berbaring dengan posisi miring dan mata terpejam. Saat akan membaringkan tubuh selalu kepala ini berputar dan berputar. Tapi ini semua mau tidak mau harus kenikmati dan sedikit demi sedikit aku harus mampu menahan mual dan serangan putaran-putaran di kepalaku. Karena aku belum  bisa beraktivitas normal, maka ibu mertua diajak Mas Aro ke rumah, untuk merawat aku dan menjaga  anak-anakku.

Hari-hari kurasakan seperti bayi yang baru belajar berjalan. Bangun, duduk dan tertatih-tatih belajar berjalan. Namun aku selalu bersyukur akan kehidupan  kedua yang kualami ini. Ya, aku diberi kesempatan hidup yang kedua. Aku mulai belajar sholat dengan duduk, sedikit demi sedikit mencoba berdiri dan ruku, belajar sujud dan bangun dari sujud,meski harus berjuang melawan sakit ini.

Aku ingin sembuh, Aku ingin hidup normal seperti dulu. Aku ingin melayani anak-anak dan suami dengan baik. Aku harus berjuang dan harus sembuh. Kasihan Mas Aro selama tiga bulan ini dia harus puasa karena aku tidak bisa melayaninya. Dan masa cuti sakitku pun telah habis. Aku harus kembali mengajar. karena belum berani naik motor maka aku langganan ojek untuk mengantar dan menjemputku pulang. Dan, Alhamdulillah pihak sekolah memberi keringanan padaku dengan mengajar sampai pukul 10 saja.

Setelah kurang lebih tiga bulan, aku sudah mulai bisa berjalan normal, sudah bisa beraktivitas, sudah bisa melayani suami. Ya, Allah terima kasih, Engkau telah memberi kesempatan aku untuk hidup yang kedua, Engkau memberi aku seorang suami yang penyabar, dan mertua yang baik yang telaten merawat aku dan anak-anak selama aku sakit. Ya, Allah semoga Mas Aro tak berhenti untuk selalu mencintaiku, kami saling mengerti dan saling menyayangi. Masa sakit ini memberi banyak hikmah dan pelajaran hidup yang bisa kami petik. Ya, Allah Engkau Maha Pemurah, memberi kesempatan kami untuk saling menguji sampai seberapa kesetiaan dan kadar cinta kami. Dan cinta bukan lagi pelampiasan nafsu, tapi cinta  lebih dari menyayangi dan menumbuhkan kasih yang tertanam erat,  menggenggam,  dan akhirnya memberi kekuatan, mengokohkan rumah tangga kami. Ya, Allah semoga ini selamanya. Amin.

bersambung...

Kamis, 07 Oktober 2021

Kuyakin Prahara Akan Berakhir (5)

 


Minggu ini banyak tugas yang harus aku selesaikan. Setelah libur panjang Hari Raya Idul Fitri, tugas sekolah menanti. mempersiapkan pembelajaran dan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan administrasi laboratorium , yang kebetulan minggu depan akan diadakan supervisi laboratorium IPA. 

Rasa kantuk terasa amat menyerang karena semalam memang kurang tidur yang dikarenakan harus berjaga. Suhu badan Huda 38 derajad yang membuatku khawatir dan terus mengkompres dahinya dengan air dan lap yang setiap saat kuganti bila kering. Merawat anak yang sakit mengakibatkan tubuh juga terasa sangat penat, dan aku harus minum obat sakit kapala agar pusingnya berkurang.    

Hari ini Jumat kebetulan jam mengajar lebih awal, pulang pukul 10.00 WIB sehingga aku bisa segera pulang dan memeriksakan Huda ke dokter. Aku khawatir panasnya belum reda saat tadi pagi kutinggal berangkat ke sekolah.Walau tadi pagi sudah minum obat, rasa pusing ini masih agak terasa. 

Setiba di rumah segera kutemui Huda, dan memang panasnya sudah mereda, meski agak pucat, karena  beberapa hari ini memang susah makan. Huda  kuboncengkan dengan motor, dan dia duduk di depan. Belum jauh kami berjalan, tiba-tiba dunia terasa gelap, Aku sudah tak sadarkan diri.

*****

"Dimana aku..?", tersadar dan kepala terasa sangat pusing.  

"Alhamdulillah..Ibu sudah siuman. Tenang bu..Ibu ada di rumah sakit", kata perawat di sampingku.

"Di rumah sakit? Dimana Huda? Tadi dia bersama aku.." Dan dunia terasa gelap tiba-tiba. Aku pingsan lagi. 

Sayup-sayup kudengar dua orang bercakap-cakap tentang  aku namun aku tak mengenalnya. Dalam bawah sadarku, dua orang ini berdebat mempermasalah bahwa aku belum saatnya bersama mereka. Entah mengapa, dan siapa mereka aku tak melihat wajahnya. Yang aku lihat wajah mereka tertutup hoodie (penutup kepala) jaket yang berwarna hitam. Lalu mereka pergi meninggalkanku dan masih terus berdebat tentang aku.

"Ibu, anak ibu ada di IGD. Tapi tidak apa-apa. Dia hanya luka ringan dan sudah pulang", kata perawat itu lagi.

"Alhamdulillah... Allah masih melindungi Dik Nung. Tadi sekitar pukul 11.00 saat kamu memboncengkan Huda, kamu jatuh dari motor saat melintasi di pertigaan jalan depan Balai Bahasa. Bu Kris yang melihat kamu jatuh dan menabrak seorang pengendara motor. Lalu dia yang membawamu ke sini". jelas Mas Aro.

"Jam sebelas tadi? Ini jam setengah lima. Jadi dari tadi aku pingsan, Mas? Huda betul tidak apa-apa?"

"Betul, Bu. Tadi saat saya mau pergi ke pasar, di perempatan SLB depan Balai Bahasa saya lihat ada kecelakaan. Setelah saya dekati ternyata Ibu sama Huda. Segera saya stop angkot yang lewat, saya suruh bawa kemari. Saya coba cari kontak di HP Ibu, barangkali ada nomor yang bisa saya hubungi. Dan Alhamdulillah saya menemukan nomor kontak Pak Aro", kata Bu Kris. 

"Terima kasih, Bu Kris", kataku lemas. Jadi aku nabrak orang? Siapa, Mas?"

"Tidak Bu. Orang itu tadi saya ajak ke IGD sekalian. Tapi kami berpisah karena dia masuk poliklinik umum, sedangkan Huda masuk poliklinik anak. Tetapi kelihatannya dia hanya luka ringan dan mungkin sudah pulang", jelas Bu Kris.

Bu Kris adalah tetangga kami di kompleks perumahan yang sama. Memang perumahan kami terletak di perbukitan di pinggiran kota. Jalan menuju pusat kota melewati pertigaan Sendangmulyo Raya, Jalan Kedungmundu dan jalan Fatmawati menuju ke arah RSU Ketileng memang terkenal angker. Banyak kejadian aneh terjadi di kawasan pertigaan itu. Maka bila orang melewati kawasan itu dianjurkan membawa doa atau sholawat dan membunyikan klakson. 

Antara percaya dan tidak, tapi kejadian ini benar-benar kualami sendiri. Kata Huda anakku, "Mama tadi naik motornya harusnya di jalur kiri, tapi mama ke kanan dan nabrak orang. Muka mama berdarah-darah. Lalu ada ibu-ibu yang nolongin aku."

bersambung...

Rabu, 06 Oktober 2021

Ku Yakin Prahara Akan Berakhir (4)


Awal mulai kehidupan yang lebih baik dan tertata aku rasakan setelah perjalanan pernikahan kami memasuki usia lima tahun kedua. Nuru Huda sudah berumur  tahun, mulai masuk sekolah TK A waktu itu. Usia dimana masa keemasan dalam mencapai perkembangan otak yang maksimal. 

Anakku tumbuh menjadi anak yang tampan. Garis-garis ketampanan wajahnya mulai kelihatan. Dari hidungnya yang mancung, kulitnya bersih, bola matanya hitam berkilat. Bila bicara wajahnya tersungging senyum. Memang dulu aku menginginkan anak kedua ini perempuan, dengan harapan melengkapi sulungku yang laki-laki. Tapi, saat dianugerahi anak kedua laki-laki, ya tidak mengapa. Laki atau perempuan sama, bagiku laki-laki nanti akan membahagiakan kedua orang tuanya terutama ibunya. Karena dalam ajaran Islam, laki-laki harus berbakti pada kedua orang tuanya.dan kehidupan kedua orang tunya menjadi tanggungan anak laki-laki. Sedangkan anak perempuan harus berbakti pada suaminya. 

Huda bersekolah di TK Bhayangkara yang terletak di Aspol Ketileng. Dia memang ingin bersekolah di sana, karena di TK tersebut pada hari sabtu memakai seragam khusus yaitu seragam polisi. Inilah yang menarik buat anak-anak, karena TK ini memang punya branding bahwa polisi adalah sahabat anak, dimana satu bulan sekali diajarkan tentang kepolisian, misalnya pengenalan rambu-rambu lalu lintas, tata tertib berkendara, tugas pak polisi sebagai aparat kemanan negara dan lain-lain. Tentu dikemas dalam nuansa pembelajaran yang menyenangkan dan gembira bagi anak-anak. dengan tujuan anak-anak tidak takut dengan polisi. 

Huda saat bersekolah di TK Bhayangkara sangat rajin dan selalu bersemangat setiap hari. Apalagi bila hari sabtu tiba. Selalu ada yang diceritakan pada mamanya tentang pembelajaran hari itu. Dia anak yang pemberani dan pintar. Awal masuk sekolah pertama dia tidak usah ditunggui seperti kebanyakan anak-anak lainnya saat baru pertama kali masuk sekolah. Dia mudah bergaul dan banyak omomg. Ini yang membuatnya cepat menyesuaikan diri di tempat yang baru, dan ini sangat membantu aku, karena aku tak perlu repot harus ijin beberapa hari untuk menjaga anak saat hari pertama masuk sekolah.

Setiap pagi aku mengantar Huda ke sekolah karena kebetulan TK Bhayangkara searah jalan ke tempat mengajarku di SMP Negeri 20. Pulangnya aku langganan mobil anatar jemput yang memang melayani rute sekolah-rumah bagi anak-anak yang berekolah di sana. Pak Man adalah sopir mobil antar jemput di sekolah itu yang aku mintai tolong untuk menjaga dan mengantar pulang Huda, Dia orang sabar dan penyayang anak-anak hingga aku tak perlu khawatir akan keselamatan ankku saat aku bekerja. 


Mampukah Aku Menghadapinya

 Mampukah Aku Menghadapinya Siang itu aku begitu malas untuk mengajar. Hari-hari rasanya begitu aneh. Begitu meresahkan. Menyebalkan. Membua...