Sabtu, 15 Januari 2022

Ujian Lima TAhun Perkawinan (8)


 “Dik Nung, bagaimana Huda? Sudah ketemu dokter?” tanya Mas Aro menyadarkan lamunanku.

“Ayah…ayah, adik sakit “, teriak Alif.

“Iya, mas. adik sakit. Kita berdoa agar adik sembuh ya.” jawab Mas Aro tenang sambil meraih tangan Alif dan menggendongnya.

Kulihat suamiku. Benarkah ini suamiku? Ya, Allah terima kasih..Engkau mengabulkan doa kami. Alhamdulillah ..dia sehat. Aku menatapnya beberapa saat tanpa berkedip.

“Baru ditangani dokter, Mas. Tadi diambil sampel darahnya, katanya ada gejala tifus”, jelasku. “Kok Mas bisa tahu aku ada di sini?”

“Tadi pagi saat aku pulang ke rumah, Kalian bertiga sudah berangkat. Bude bilang, Huda sakit dan kamu membawanya ke dokter. Lalu aku segera menyusulnya, pasti di RSU ini,  karena ini yang terdekat. Jadi aku langsung kemari. Kamu baik-baik saja, Nung?”

“Iya, Mas. Tadi sempat bingung dan cemas. Aku takut kenapa-kenapa dengan Huda, segera kuputuskan kemari. Kata dokter panasnya 39 derajad dan ini harus mondok. Kalau panasnya sudah turun boleh pulang.”

“Mudah-mudahan panasnya nanti turun dan kita bisa pulang. Aku sudah kangen sama kalian.”

“Heem..”, anggukku.

“Maafkan aku Dik. Aku meninggalkan kalian bertiga dalam kesulitan. Kini kuputuskan aku mencari kerja di sini saja. Kerja apapun asal bisa dekat dengan kalian. Aku janji tidak akan meninggalkan kalian lagi.” katanya sambil mengelus rambutku.

Benarkah yang diucapkannya, Mas Aro juga kangen seperti yang aku rasakan ? Mas Aro janji tidak akan meninggalkan kami lagi? Dan dia akan mencari pekerjaan di sini? Duh, Gusti Allah, ampuni kami. Selama ini kami bertahan dalam ego kami, padahal kami saling merindukan, saling membutuhkan. Ampuni kami Ya Allah, ampuni kesalahan kami. Semoga kami dapat memperbaiki hubungan kami. Semoga ini yang pertama dan terakhir kami bertengkar.  Ternyata di balik ujian yang Engkau berikan, ada hikmah di dalamnya. Kami jadi saling memahami dan mengerti keinginan masing-masing. Perselisihan pendapat yang kemarin, menjadikan kami saling introspeksi diri bahwa tidak semua keinginan kita harus kita paksakan pada pasangan, harus menghargai dan memahami keinginan pasangan juga. Dan tidak semua yang jelek dari pasangan kita membuat kita mudah marah dan kita lampiaskan, tentu ada sisi baik dari pasangan kita. Yang inilah yang harus kita kenang agar kita bisa mempertahankan mahligai rumah tangga.

Kita saling memaafkan dan mengikhlaskan kekurangan masing-masing. Bisa jadi kita dijodohkan oleh Allah untuk saling melengkapi, bukan untuk mengoreksi kekurangan masing-masing. Bisa jadi apa jelek di mata kita, yang tidak kita sukai, adalah yang terbaik yang direncanakan Allah untuk kita. Tidak usah kita membandingkan nasib kita dengan nasib orang lain yang kelihatannya lebih baik dari kita. Tidak usah kita melihat rumput tetangga yang lebih hijau. Cukuplah kita mensyukuri apa yang sudah Allah berikan pada kita, apa yang sudah kita miliki. Bila kita mensyukuri nikmat yang Allah berikan, maka Allah akan menambah nikmatNya, namun bila kita mengingkarinya, azab Allah amat pedih. Sesuai petunjuk Allah dalam firman,

QS : Ibrahim ayat 7                                                                                                                                  لَشَدِيْدٌ وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ

bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mampukah Aku Menghadapinya

 Mampukah Aku Menghadapinya Siang itu aku begitu malas untuk mengajar. Hari-hari rasanya begitu aneh. Begitu meresahkan. Menyebalkan. Membua...