Sabtu, 15 Januari 2022

Ujian Lima Tahun Perkawinan (14)


 Hitungan weton dalam adat Jawa yang masih berlaku kala itu aku hiraukan. Dengan Bismillah tentu aku lebih mantap menjalani hari-hariku bersama Mas Aro calon suamiku. Apakah cinta telah membutakan mata hatiku? Tidak. Karena sebelum aku memutuskan aku mau menjadi istrinya, aku mohon petunjuk pada Allah agar aku dimantapkan bila Mas Aro adalah jodohku dan suami yang terbaik untukku melalui tahajud dan istikharahku.

Sudah tertuliskan kami menikah di hari minggu legi, aku dilahirkan di hari minggu wage, weton Mas Aro minggu kliwon, dan anakku Alif lahir di hari minggu pahing. Semua terjadi di hari minggu, sehingga satu hari ditempati  empat peristiwa penting, kelahiran dan pernikahan. Kata orang satu hari itu menopang empat kegiatan dan harus dibagi rata. Maka akan sangat berat ujian yang diterima bagi orang yang berada di dalam peristiwa hari minggu. Wallahu a’lam bishawab, hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.

Menjadi sopir angkot memang butuh kesabaran. Mengumpulkan receh demi receh. Pada jam-jam tertentu, pagi pukul 05.30 sampai 09.00 WIB misalnya adalah saat-saat ramai orang berangkat ke sekolah atau bekerja. Namun setelah itu hanya dua atau tiga orang saja yang bepergian naik angkot. Tentu kalau tidak diperhitungkan dengan matang pada jam-jam seperti itu akan merugi karena sepi penumpang, malah bisa tekor pada bensinnya. Sore hari mulai pukul 16.00 WIB jam trayek mulai padat.

Bila dihitung-hitung tak banyak hasil bersih yang didapat dari menjalankan usaha angkot ini. Setelah dikurangi bensin, uang makan dan upah harian kernet, uang yang diterima berkisar 100 ribu sampai 125 ribu. Tentu ini belum cukup untuk membayar ansuran sebesar 4 jutaan per bulan. Agak lumayan bila dapat carteran, bisa dapat hasil bersih 150 ribu. Tapi kan tidak setiap hari ada carteran.

Sopir angkot pemula biasanya mengalami hal ini. Mereka belum mengenali peluang-peluang mana jam-jam sibuk yang membutuhkan angkot, dan mana jam-jam sepi yang tak perlu narik angkot. Atau mereka belum punya langganan anak sekolah,  ibu-ibu kantoran atau karyawan pabrik yang biasa naik angkot. Memang harus jeli dan mau jemput bola untuk ngetem agar angkot penuh terisi dan tak merugi. Biasanya angkot sudah ngetem berjejer rapi menunggu  saat bubaran pabrik, atau bubaran anak sekolah. Tak jarang ini memicu pertengkaran antar sesama sopir angkot.

Memang hidup di jalanan penuh dengan perjuangan dan kekerasan. Seharian dari pukul 05.30 sampai habis Isya baru pulang membuat Mas Aro kelelahan. Penghasilan yang tidak pasti dan penuh saingan karena jumlah angkot lebih banyak dibanding jumlah penumpang pada jalur trayek Tlogosari-Johar menjadikan pekerjaan ini mungkin tidak tepat bagi Mas Aro. Belum lagi dia sering terlambat sholat Ashar atau Maghrib karena kejar setoran atau pas mengantar ke suatu tempat. Setelah dipikir-pikir pekerjaan ini tidak cocok buat Mas Aro. Dia jadi jarang mengaji, sholat juga tak khusyu dan tumaninah, karena pikirannya kejar setoran, kejar duit, sehingga kadang-kadang hari minggu atau tanggal merah dia gunakan untuk istirahat, tidak narik. Dan tentu ini mengurangi pemasukan.

“Sabar, Mas. Memang belum ketemu jalannya. Rezeki meski dikejar sekalipun kalau itu bukan jatah kita ya enggak akan ketangkep. Tidak hari ini mungkin lain hari bisa dapat carteran,” hiburku sambil memijit kakinya. Tiap malam Mas Aro selalu minta dipijit sebelum tidur. Pijitanku menyegarkan badan dan pikiran katanya. Meski hanya beberapa sentuhan ringan tak sekuat tukang pijit beneran, cukup membuatnya nyaman.

Duh..Gusti Allah, sebenarnya aku pun lelah. Bekerja, beres-beres rumah  dan mengurus Huda, balitaku yang belum genap setahun. Tapi semua ini aku syukuri, karena  Alif sulungku tinggal bersama ibuku dan bersekolah di SD terdekat di sana dan Huda diasuh Budhe Kasminah di sini. Alif akan aku jemput bila weekend tiba, sabtu sore. Meski tiap hari masih mampir dan menengok Alif untuk mengetahui keadaannya, aku selalu merindukan hari segera berjalan menuju sabtu agar aku bisa menjemput buah hatiku. Aku tidak mau Alif keenakan dimanja nenek kakeknya dan tak mau tinggal bersama kami.

bersambung …


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mampukah Aku Menghadapinya

 Mampukah Aku Menghadapinya Siang itu aku begitu malas untuk mengajar. Hari-hari rasanya begitu aneh. Begitu meresahkan. Menyebalkan. Membua...