Sabtu, 15 Januari 2022

Ujian Lima Tahun Perkawinan (11)


Bapak kasihan dan tidak tega melihat keadaan ekonomi rumah tanggaku. Mas Aro yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan aku hanya seorang guru honorer di salah satu SMP Negeri dan masih harus mencari tambahan dengan mengajar privat. Melihat anaknya yang pontang panting, badannya kurus karena kurang istirahat dan makan seadaanya, bapak menawarkan modal padaku untuk buka usaha. Dengan senang hati kami terima tawaran bapak.

Usaha yang kami pilih adalah berdagang beras. Kami melihat beras sangat murah di desa Mas Aro. Kami beli dari pedagang besar di sentra penggilingan padi di sana, dengan harapan keuntungan yang lumayan saat dijual di kota. Pedagang itu setuju dan segera mengirim beras sebanyak 5 kuintal atau 500 kg dalam minggu. Tentu saja ini membuat kami senang, tapi juga bingung karena kami belum memiliki relasi atau langganan yang bisa menjual beras kami. Mas Aro berusaha mencari pembeli dan pelanggan yang mau menjualkan beras kami. Pulang mengajar sambil berjalan aku keluar masuk pasar, keluar masuk gang mencari warung yang mau aku titipi beras, dan warung-warung nasi yang mau aku setori beras, meski pembayarannya mundur.

Usaha beras ini cukup melelahkan. Untung yang tidak seberapa dipotong bea transpot dan pembayaran yang mundur dari tempo yang telah dijanjikan, membuat usahaku ini berhenti di tengah jalan. Kualitas beras desa yang masih original belum dikemas dengan baik dan kami belum berpengalaman bagaimana menangani supaya beras tidak mudah dimakan kutu serta awet dalam penyimpanannya, maka usaha ini hanya bertahan enam bulan. Dan order yang pertama itu menjadi order yang terakhir usaha kami, dan kami harus segera melunasi pembayaran ke pedagang itu.

Dari usaha beras kami pindah ke usaha mebel. Kebetulan kota asal Mas Aro adalah Blora, penghasil kayu jati. Di Blora kayu jati harganya masih murah dan banyak dijual ilegal bahkan ada yang dijajakan keluar masuk desa.  Hal ini menarik perhatian kami, karena menjual mebel dengan harga di bawah harga toko dan barang tidak harus terjual saat itu juga, menjadikan bisnis mebel ini jadi pilihan kami. Kami coba tawarkan pada teman, dan toko mebel di sekitar kami. Ternyata memang tidak mudah atau memang kami tidak berbakat menjual, mebel yag kami tawarkan tidak ada yang berminat membelinya, dengan alasan sudah punya pengrajin langganan, model kurang menarik dan harga yang tidak cocok. Dan usaha yang ketiga inipun gagal.

Dari beras kami beralih ke usaha angkot. Kami mencoba melihat peluang usaha angkot setelah ditawari kenalan yang mau menjual trayek angkot Johar-Tlogosari. Karena terbujuk rayuan si penjual trayek itu kami pun mencoba usaha ini. Memerlukan uang 25 juta untuk bisa memiliki ijin operasional angkot itu, maka kami pun meminta pertimbangan bapak dan meminta bapak untuk meminjam kan modal ke kami. Dan untuk uang muka pembelian mobil angkot kami mengajukan kredit ke bank yang bisa kami angsur dari setoran harian saat angkot itu beroperasi. Kelihatannya menjanjikan ditambah dengan iming-iming akan dia bantu, maka Mas Aro tertarik untuk mencoba menjadi sopir angkot, dengan harapan dapat setoran harian yang dikumpulkan untuk mencicil ansuran mobil. Dengan harapan setelah empat tahun mobil angkot itu bisa menjadi milik pribadi.

Ternyata memang usaha bila belum menemui jalannya, sukar dilakukan. Secara teori kami kalkulasi jumlah hasil bersih usaha angkot, setelah dikurangi bensin dan makan minum sopir dan kernet, uang recehan yang dikumpulkan dalam sebulan tidak bisa untuk menutup ansuran mobil, dan kami harus menomboknya. Sementara uang yang digunakan untuk menutup ansuran terpaksa harus pinjam orang lain, karena tentu akan kena denda bila terlambat. Hutang orang satu  untuk menutup hutang yang lain. Tutup lubang gali lubang, sama saja menambah hutang. Belum lagi tagihan BPR yang juga nunggak sekian bulan. Ya Allah …mengapa usaha demi usaha kami gagal? Kami sudah berusaha dan selalu gagal. Apakah salah kami? Apakah ini karma untukku karena waktu itu ibu tak merestui pernikahanku dengan Mas Aro yang berakibat kini rumah tanggaku tak bahagia? Maafkan aku ibu. Ampuni aku Ya Allah…beri kami petunjukMu dalam setiap langkah dan perbuatan kami, agar kami selalu mendapat ridloMu.

bersambung …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mampukah Aku Menghadapinya

 Mampukah Aku Menghadapinya Siang itu aku begitu malas untuk mengajar. Hari-hari rasanya begitu aneh. Begitu meresahkan. Menyebalkan. Membua...