Sabtu, 04 September 2021

Masa-Masa Indah Bersamamu (6)

 

Alif, baby kecilku mulai tumbuh menjadi anak yang ganteng dan sehat. Hari demi hari kami bermain bersama, bercakap berdua, meski dia belum bisa mengucap sesuatu, aku yakin dia tahu bahasa ibunya. karena sejak dalam kandungan kami sudah saling bicara. Alif menjadi anak manis. Dia tidak rewel, sama seperti waktu aku mengandungnya, tak pernah kurasakan susah atau sedih selama 9 bulan dalam rahimku. Juga tidak mengidam yang aneh-aneh seperti kebanyakan orang.

Tak terasa waktu tiga bulan cepat berlalu. Tiba saatnya aku harus kembali bekerja dan mengajar di Akademi Analis Kesehatan Nusaputera, salah satu PTS di Kota Semarang. Mau tidak mau Si Kecil Alif kutitipkan pada ibu untuk menjaga dan merawatnya keika aku bekerja. Aku belum tega meninggalkan Alifku pada baby sister atau asisten rumah tangga, selain dia masih sangat kecil, kondisi lingkungan di perumahan kami masih sepi, sehingga aku takut kenapa-kenapa dengan babyku. Syukurlah ibu bersedia merawatnya, karena ibu memang menyayangi cucu-cucunya dan ayahku seorang pensiunan. Tentu saja kehadiran Alif memberi kesibukan dan hiburan untuk ayah dan ibu.

Setiap hari kita berangkat dan pulang bertiga. Setelah Alif kutitipkan di rumah ibu, aku berangkat kerja hingga sore hari, baru Alif kami jemput pulang. Aku yakin di bawah pengasuhan ibu, Alif akan tumbuh menjadi anak yang baik. Aku bisa kerja dengan tenang karena anakku bersama nenek kakeknya. Dan Alhamdulillah Alif diasuh dengan limpahan kasih sayang nenek kakeknya, sehingga kadang-kadang dia tidak mau kuajak pulang. Tidur menginap di rumah ibu. Tentu saja semalam atau dua malam saja dan tak kubiarkan keseringan, karena aku takut dia akan lebih mengenal kakek neneknya daripada aku ibunya. Dan kekhawatiranku bila tidak sedari kecil kuajarkan akidah Islam, dia akan belajar agama kakek neneknya.

Ayah dan ibu mengajarkan akhlak mulia dalam mendidik kami anak-anaknya. Kakak perempuanku, Mbak Asih adalah anak pertama ayah ibu yang sudah bersuamikan dengan Mas Raharjo. Dari perkawinanya dikaruniai dua orang anak, perempuan dan laki-laki. Aku anak nomor dua. Aku dan kakak beragama Islam. Dua orang adikku laki-laki, beragama non Islam. Dua orang adikku ini masih bujangan, masih kuliah menyelesaikan studinya di Undip.

Keluarga kami berbeda agama namun kami saling menghormati satu sama lain, Lakum diinukum wa liya diin, untukmu agamamu dan untukku agamaku (QS: 107 ayat 6). Hidup dalam keluarga yang berbeda agama, meski aku bahagia, masih ada kekosongan yang belum ada dapatkan untuk mengisinya. Namun setelah aku menemukan Mas Aro, sesuatu yang selama ini kucari telah mengisi kekosongan itu. Hal ini tak ingin terulang pada Alif anakku. aku tidak mau salah dalam mengasuh anak, karena kelak di akhirat akan dipertanggung jawabkan. Untuk itulah aku dan Mas Aro berusaha mengenalkan kehidupan Islami pada Alif, mengajarkan doa-doa Islami,mengajarkan iqro’ belajar mengaji dan sholat lima waktu sejak dini. Kami ingin memberikan yang terbaik untuk Alif, seperti apa yang sudah ayah ibu berikan yang terbaik pula untukku.

bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mampukah Aku Menghadapinya

 Mampukah Aku Menghadapinya Siang itu aku begitu malas untuk mengajar. Hari-hari rasanya begitu aneh. Begitu meresahkan. Menyebalkan. Membua...