Rabu, 25 Agustus 2021

Saling percaya dan menjaga (2)

 

Hingga saat ini aku masih belum percaya pada keputusanku sendiri, bagaimana aku bisa menerima lamaran mas Aro yang menginginkan aku jadi istrinya. Selama ini kami belum pernah pacaran, dan aku baru mengenalnya setahun yang lalu. Ketika tiba-tiba dia mengajak menikah, aku mengiyakan, apakah ini merupakan keputusan yang tepat ? Apakah jawaban “iya” dikarenakan aku yang pernah kecewa dengan apa yang pernah kualami dulu? Dua kali pernah menjalin cinta, tapi tak pernah berumur lama, karena dia tak serius. Dan sekali pernah pacaran dengan seorang laki-laki, cukup lama dan kita sudah saling mengenal keluarga masing-masing, tapi di tengah jalan dia mundur, karena tidak mendapat restu dari ibunya.

Kegagalan masa lalu membuat aku menutup diri dari terhadap laki-laki yang mencoba mendekati aku. Pelarianku adalah aku harus selesai kuliah, menyelesaikan studi, tak usah berpikir untuk menikah apalagi pacaran. Bagiku menyelesaikan kuliah tepat waktu dan segera mendapatkan pekerjaan adalah obsesiku saat itu. Karena aku ingin membahagiakan bapak dan  keluarga. Bapak yang telah membanting tulang mencari nafkah demi menghidupi keluarga dengan 4 anak. Sementara ibu membantu berjualan makanan kecil yang dititipkan di warung, demi menambah income keluarga.

Bapakku adalah seorang pegawai bank swasta, yaitu Bank Umum Nasional, sebelum akhirnya bank tersebut merger menjadi Bank Mandiri di masa krisis tahun 1998. Meeski hanya lulusan SMP dengan beberapa keterampilan dari kursus dan ijasah yang dimiliki, banyak orang mengira bapak adalah lulusan SMA atau pernah kuliah. Bapak memang hanya memiliki ijasah SMP, tapi cara berpikir dan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas kantor menjadikannya menjadi orang kepercayaan nomor dua setelah Kabag di bagian  ekspor impor bank itu. Bekerja di bank itu menjadi kebanggaan bagi bapak, meski hanya lulusan SMP. Maka bapak punya cita-cita semua anaknya harus berpendidikan tinggi, setidaknya sarjana, agar kelak bisa mendapatkan pekerjaan dengan kedudukan yang bagus di suatu perusahaan.

Bapak memang tidak mewariskan harta, tapi bapak mewariskan ilmu dan mengutamakan pendidikan. Dengan ilmu dan sekolah yang pintar kelak kamu akan mendapatkan harta. Itulah kata-kata yang selalu ditanamkan ke kami anak-anaknya. Oleh sebab itu bapak pingin anak-anaknya bisa mengenyam pendidikn tinggi, tidak seperti beliau. Sungguh mulia cita-citanya dan sungguh menjadi teladan kami. Beliau adalah sosok kepala keluarga yang penuh tanggung jawab dan penyayang pada anak-anaknya.

*****

“Kamu sudah mantap menjatuhkan pilihanmu pada Aro, Nung?” tanya bapak waktu itu saat aku minta izin menikah dengan Mas Aro.

“Sudah kamu pikirkan baik-baik? Dia belum punya pekerjaan tetap dan pendidikannya hanya lulus Madrasah Aliyah. Sedang kamu lulusan perguruan tinggi ternama dengan IP yang cukup bagus. Apa kamu nggak menyesal nantinya? Bisakah dia membahagiakan kamu hanya dengan bermodal cinta?”.

Itu serentetan pertanyaan yang diajukan bapak kala itu. Ibu juga tidak menyetujui rencanaku menikah dengan Mas Aro. Selain kurang bibit bobot bebetnya, aku juga belum lama mengenalnya. Ibu khawatir kelak hidupku akan susah. Meski demikian kedua orang tuaku tak bisa menahanku karena ini keputusanku dan kemauanku dan mereka tidak bisa mengatur hidupku. Mereka bijaksana dalam memberi kebebasan pada anak-anaknya untuk memilih dan menjalani kehidupan masa depannya. Mereka akan selalu mendoakan semoga anak-anaknya bahagia, dalam lindungan kasihNYa.

“Insya Allah pak,bu”. Itu yang bisa aku katakan pada mereka saat itu. Doa dan restu kalian yang selalu aku harapkan. Semoga aku bahagia hidup bersama suami pilihanku, doaku dalam hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mampukah Aku Menghadapinya

 Mampukah Aku Menghadapinya Siang itu aku begitu malas untuk mengajar. Hari-hari rasanya begitu aneh. Begitu meresahkan. Menyebalkan. Membua...