Selasa, 23 Februari 2021

Mendidik Anak Cara Ali Bin Abi Thalib


Anak adalah buah hati dari kedua orang tuanya. Tidak ada orang tua di dunia ini yang tidak ingin anaknya berhasil di dunia dan juga di akhirat kelak. Karena anak akan menuntun kedua orang tuanya ke surga atau malah sebaliknya ke neraka. Anak adalah amanah yang diberikan dari Sang Maha Pemberi kepada kita, maka kita menjaga amanah dan menjalankan dengan sebaik-baiknya.

Banyak orang yang lalai dalam mendidik anak. Disibukkan dengan urusan dunia, mereka lupa bahwa mendidik anak dinomorduakan, urusan anak diserahkan kepada pengasuhnya atau asisten rumah tangga, sehingga ketika dewasa anak salah asuhan, menjadi seorang yang tidak berguna di masyarakat, atau bahkan menjadi seorang penjahat, penipu dan sebagainya yang tidak berakhlak mulia. Naudzubillahi mindhalik..

Dalam mendidik anak cara Islam banyak dicontohkan dalam Al Qur'an, misal dalam Al Baqarah (QS : 1 ayat 83) yang artinya "Dan janganlah kamu menyembah kepada selain Allah dan berbuat baiklah kepada kedua oang tua, kerabat, anak yatim dan orang miskin .."

Dalam Nisa (QS : 36) yang artinya :"..Dan berbuat baiklah kepada kedua orang    tuamu, karib kerabat, anak-anak yatim, tetangga dekat, tetangga jauh...Allah tdak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.''

Mencuplik ceramah Ustadzah Aisyah Dahlan, bahwa mendidik anak cara Ali Bin Abi Thalib dengan rumus 7 x3 bisa dijadikan pegangan, yaitu :

  • 7 tahun pertama (0-7 tahun). Di masa tujuh pertama, adalah masa keemasan dimana semua akan menjadi contoh dan teladan bagi anak untuk bekal masa depannya. Selain perkembangan fisik, perkembangan otak, perkembangan mentalpun tumbuh dengan pesat.  Pada masa ini mulai ditanamkan pesan-pesan moral, adab berperilaku, larangan dan anjuran dengan memberi alasan yang benar, sehingga akan terpatri pada benak anak dua sisi menjadi pilihan, benar dan salah, baik dan buruk, boleh dan tidak.  Pada masa ini sangat disayangkan bila orang tua tidak menemani perkembangan anak, tidak memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak, tidak meluangkan waktu untuk anak dan membiarkan anak tumbuh dengan sendirinya tanpa arahan dan bimbingan dari orang tua. Dengan alasan bekerja terkadang mereka lupa bahwa anak juga butuh perhatian tidak hanya makan sandang terpenuhi.

  • 7 tahun kedua (8-14 tahun). Ketika anak memasuki usia sekolah, tanamkan anak untuk belajar disiplin dalam hal, disiplin waktu, disiplin dalam mengerjakan tugas, ajarkan anak untuk mulai mandiri, sehingga dia akan terbiasa bertanggung terhadap diri sendiri. Beri nasihat bila anak melakukan kesalahan, dan berusaha mengerti apa yang dikeluhkan, jangan menghakimi hanya karena berseberang pendapat dengan kita. Kita harus pandai menempatkan diri sebagai sahabat manakala dia mulai curhat kesulitan yang dialami dan beri dukungan agar kuat menyelesaikan masalahnya. Usia remaja biasanya anak akan mengalami perubahan baik fisik dan mentalnya. Anak mulai kritis dan mulai mencari idolanya.

  • 7 tahun ketiga (15 - 21 tahun). Pada masa ini anak sudah memasuki tahap akhir dari perkembangan fisiknya. Dia mulai memasuki masa kedewasaan, sehingga ajak anak untuk bisa bermusyawarah, berdiskusi, bertoleransi dalam segala hal sebagai bekal kelak hidup bermasyarakat. Ajarkan anak untuk mulai membangun masa depan, bersosialisi dan membangun relasi dengan orang lain, karena kelak dia akan menjadi seorang pemimpin (imam). Meski demikian kita sebagai orang tua wajib mengarahkan dan memberi kebebasan yang bertanggung jawab pada anak.

Teman-teman guru pembelajar hebat, kita sebagai guru yang merupakan orang tua kedua bagi siswa kita, sudahkah kita menempatkan siswa kita layaknya anak kita sendiri? Karena kita diberi amanah dari walimurid saat menyerahkan anaknya ke sekolah, tidak hanya diajar supaya pintar tapi juga dididik supaya menjadi pribadi yang tidak salah asuhan, pribadi yang berkarakter, pribadi yang bertanggung jawab dan memiliki masa depan. Bila amanah ini kita jalankan, Insya Allah menjadi ladang amal untuk kita. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mampukah Aku Menghadapinya

 Mampukah Aku Menghadapinya Siang itu aku begitu malas untuk mengajar. Hari-hari rasanya begitu aneh. Begitu meresahkan. Menyebalkan. Membua...