Dalam perspektif kebencanaan, situasi pandemi covid 19 ini dapat dikatakan bencana non alam, yang mengakibatkan berbagai jenis kehilangan, mulai dari kehilangan nyawa dari kerabat, kehilangan kebebasan bersosialisasi atau berekreasi karena adanya pembatasan jarak fisik (social dan physical distancing) dan pembatasan wilayah, kehilangan penghasilan hingga kehilangan rasa aman. Pandemi Covid-19 yang mempengaruhi pola kehidupan masyarakat termasuk pola pendidikan ini berdampak khusus bagi guru dan bagi siswa di Indonesia.
Guru dan siswa sama-sama terisolir dan beraktivitas dalam kondisi tidak ideal. Tidak hanya menimbulkan tekanan pada siswa, tetapi situasi pandemi yang mengakibatkan berlakunya moda pendidikan jarak jauh (PJJ) atau pembelajaran daring juga membuat guru memiliki kerentanan tersendiri.
Diantara perubahan dan dampak yang dirasakan siswa dan orang tua dapat diindentifikasi sebagai berikut :
pembelajaran yang semula berlangsung tatap muka kini harus berlangsung secara daring/online/PJJ/BDR
pembelajaran tatap muka yang biasanya 5 jam di sekolah menjadi 24 jam dengan tetap di rumah, interaksi fisik dan sosial dengan teman juga dengan orang lain di luar rumah terbatas
dituntut kemandirian dan proaktif siswa dalam mempelajari materi yang diberikan
pembelajaran daring dirasa kurang efektif dan membosankan
dituntut penguasaan teknologi, penyediaan sarana digital dan akses internet serta jaringan listrik
merosotnya nilai-nilai karakter pada anak bila orang tua dan guru tidak terus menerus menanamkan dan menyisipkan pendidikan karakter meski PJJ
orang tua harus membagi waktu untuk mendampingi anak dan belajar menyesuaikan jadwal anaknya, terlebih bagi orang tua yang bekerja
secara ekonomi membutuhkan finansial yang meningkat (penyediaan HP/laptop, wifi/kuota, listrik).
Saat ini guru masih terus berproses untuk dapat beradaptasi dengan cepat. Hal ini membawa potensi menempatkan guru pada posisi rawan secara sosial dan emosional dengan berbagai tuntutan yang diemban oleh guru, termasuk guru yang juga berperan ganda (orang tua, penyandang ekonomi keluarga, dan lain sebagainya).
Berikut ini perubahan dan dampak bagi guru yang dapat diidentifikasi diantaranya sebagai berikut :
guru dituntut memberikan pembelajaran yang aktif, kreatif dan inovatif agar PJJ tidak membosankan.
guru harus melek IT dan harus meningkatkan kompetensi IT nya agar bisa memilih dan memberikan variasi aplikasi mana yang digunakan untuk mendukung pembelajarannya
guru harus menyediakan waktu di luar jam mengajarnya karena PJJ bisa berdurasi lebih panjang dan kapan saja
guru harus aktif memantau dan berkomunikasi untuk mengingatkan siswanya, terlebih bila ada siswa dengan "histori spesial" (sering bolos, terlambat, meninggalkan jam dan sebagainya).
guru harus memfasilitasi siswa untuk bertanya seputar materi, tugas ataupun proyek, produk dan portofolio siswa.
kesulitan dalam menilai karakter kejujuran, kemandirian, tanggung jawab secara objektif karena tidak mengamati dan berinteraksi langsung
tidak mengenal satu persatu siswanya
Yang menjadi masalah adalah bila guru tidak mau belajar menyesuaikan dengan perubahan cara pembelajaran saat ini. Dengan alasan malas, sudah tua susah untuk belajar, tidak ada waktu, sarana/prasarana tidak punya (tidak punya HP android/laptop), tidak mau ribet, dan beribu alasan lainnya, apakah bisa dilakukan pembelajaran daring yang efektif dan menyenangkan?
Nah, para guru pembelajar yang hebat, mari tugas kita mendidik, mempersiapkan generasi emas di tahun 2045 dimana semua serba digital dan bersaing. Catatan psikologis ini tidak untuk pengisi jurnal harian saja, tapi perlu dicari solusinya dan dikomunikasikan agar semua pihak, guru, siswa dan orang tua bisa bersinergi, menerima, memahami dan beradaptasi di masa new nomal, sehingga capaian pembelajaran sesuai dengan apa yang telah ditargetkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar